Ganti Pola Makan Seperti Berganti Pakaian



Kita berganti-ganti pakaian sesuai dengan acara yang akan dihadiri, kegiatan yang akan dijalani, dan tahapan usia yang dilalui. Seperti pakaian, pola makan juga harus diubah agar sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan tubuh.

Kita sulit berenti pada kata cukup jika menyangkut makanan. Kesulitan antara lain muncul karena budaya masa kini mendorong kita untuk memuja makanan dan mengonsumsinya berlebihan. Ulang tahun, naik jabatan, pernikahan, mulai dan selesainya sebuah proyek, semua dirayakan dengan makanan lezat yang berlimpah. Bahkan ketika sedih pun kita mencari makanan untuk menghibur diri.

Apakah kita benar-benar memerlukan makanan itu? Sebenarnya tidak. Semua perayaan itu membuat kita lupa apa fungsi utama makanan dalam hidup kita: sebagai sumber energi yang membantu tubuh bersiap menghadapi aktivitas yang akan dijalani. Setiap makanan menimbulkan reaksi yang berbeda pada tubuh. Pemahaman akan hal ini membantu kita memutuskan jenis apa saja yang bisa dimakan sesuai kebutuhan tubuh tertentu. 

Saat Berolahraga

Jangan dengar teman yang berkomentar “Habis olahraga kok makan, kapan kurusnya?!” Tujuan berolah raga biasanya memang untuk mengurangi berat badan. Namun, jika demi menaati diet yang ketat lalu kita tidak makan setelah berolahraga, itu salah. Hampir semua pakar olarhaga dan nutrisi terpercaya menyarankan untuk makan 45-60 menit setelah berolahraga. Masa ini dinamakan golden hour, ketika otot menyerap nutrisi lebih banyak dan glikogen, energi yang tersimpan dalam otot, diganti secara efisien.

Menurut Geeta Seth, pakar diet dan nutrisi dari Brawijaya Women & Children Clinic, makanan yang tepat dimakan setelah olahraga adalah karbohidrat normal  dan makanan protein tinggi. Normal karbohidrat terdiri dari 2 biskuit, 1 potong roti gandum, ½ porsi pasta atau nasi. Sementara, makanan protein tinggi misalnya daging tanpa lemak, daging ayam, ikan, susu rendah lemak, dan dan produk susu lain yang juga rendah lemak. “Bisa juga kita makan atau minum mixed juice, coconut water, strawberry shake, apple shake dan semuanya sebaiknya tanpa gula,” kata Geeta.

Saat Menstruasi
Saat lapar terus menyerang, perempuan biasanya akan berpikir, “Sepertinya mau ‘dapet’ nih.” Menurut penelitian tahun 2001 pada 144 perempuan yang dipublikasikan British Journal of Nutrition, 88 perempuan yang masuk kriteria PMS menunjukkan kecenderungan konsumsi kalori, lemak, dan karbohidrat (terutama makanan yang manis-manis) sebelum masa menstruasi. Mereka juga lebih sedikit makan protein. Pola makan perempuan yang tidak PMS tidak berubah.

“Konsumsilah makanan yang berkadar serat tinggi karena dapat membuat kita kenyang lebih lama sehingga terhindar dari menyamil terus-menerus. Tambahkan dengan makanan protein tinggi dan zat besi karena di hari-hari menstruasi kita akan keluar banyak darah,” Geeta menjelaskan. Ia menambahkan, sebaiknya kita makan sebanyak 5-6 kali sehari, terdiri dari 3 kali makan utama lengkap dan 2 kali camilan. Setiap kali makan, harus ada serat dari sayur dan buah.

Saat Menyusui
Selama masa kehamilan, nafsu makan kita memuncak. Nutrisi digunakan untuk pertumbuhan janin. Selain itu tubuh kita juga sedang bekerja keras mengumpulkan nutrisi untuk suplai ASI. Setelah melahirkan asupan nutrisi yang baik jauh lebih penting dibanding selama masa kehamilan. Apa yang kita makan akan sampai juga ke bayi melalui ASI. Kualitas makanan sangat berpengaruh pada bayi. Dulu biasanya dokter menyarankan penambahan 500 kalori per hari untuk ibu menyusui, namun sekarang banyak pakar yang mengatakan lebih penting apa yang kita makan dibandingkan jumlah kalori.

“Kita boleh makan hampir apa saja asal tidak berlebihan,” kata Ms. Cynthia Pang RN, RM, BsN, IBCLC, MPH, seorang konsulen laktasi senior, Pusat Pelayanan Laktasi di KK Hospital, Singapura. Namun, perlu diperhatikan jika bayi memunculkan reaksi pada makanan tertentu. Konsultasikan pada dokter atau hindari makanan tersebut hingga usia bayi bertambah beberapa bulan. Dari berbagai nutrisi yang dibutuhkan, yang terpenting adalah kalsium. Minimum 1.000 mg per hari. Produk susu merupakan sumber kalsium yang baik, namun bukan berarti kita harus minum susu untuk menghasilkan susu. Kalsium bisa diperoleh juga dari salmon, brokoli, wijen, tahu, dan juga sinar matahari.

Saat Memasuki Masa Menopause
Menopause memengaruhi fisik dan mental perempuan. "Tulang, hormon, jantung, gigi, gisu, bahkan kandung kemih akan mengalami perubahan akibat menopause," kata Larrian Gillespie, M.D., dalam buku The Menopause Diet. Masuk masa ini, kita harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi masalah kesehatan yang akan menjelang. “Mulailah dengan lebih memperhatikan makanan,” kata Larrian.

Sama seperti masa menyusui, memasuki menopause perempuan juga membutuhkan lebih banyak kalsium karena hormon estrogen yang menjaga kekuatan tulang berenti berproduksi. Demikian juga dengan kebutuhan Vitamin D yang membatu penyerapan kalsium, otomatis ikut meningkat. Kita juga membutuhkan Vitamin K yang bisa diperoleh dari sayuran hijau agar tulang tidak kehilangan mineral. Untuk menjaga agar tidak terjadi keretakan tulang, makan lebih banyak kenari dan minyak flaxseed dari tanaman flax yang kaya omega-3.

Saat Stres
Penelitian The Food and Mood Project oleh para pakar nutrisi di Inggris mengidentifikasi "food stressors" yang memicu stres dan "food supporters" yang mengurangi stres. Penelitian terhadap 200 orang menunjukkan 90% perubahan kondisi mental mereka dipengaruhi oleh makanan. Makanan pemicu stres yaitu gula, kafein, alkohol, dan cokelat. Sebaliknya jika ingin terhindar dari stres tingkatkan konsumsi air, sayur, buah, dan ikan. Selain itu pola makan juga memengaruhi kondisi pikiran. Dengan makan secara teratur dan mambawa camilan bergizi, bukan hanya badan yang sehat tapi juga pikiran.

Stres membuat tubuh membutuhkan lebih banyak nutrisi seperti vitamin B yang bisa diperoleh melalui pisang, ikan, kentang panggang, alpukat, ayam, dan sayuran hijau. Selain itu, hormon serotonin yang rendah ketika stres dapat menyebabkan tubuh sangat mendamba karbohidrat. Meningkatkan konsumsi karbohidrat bisa menguatkan toleransi pikiran pada stres, tapi juga berdampak buruk. Berat badan akan bertambah dan keinginan menyantap makanan manis meningkat. Jadi, lebih baik kita pakai cara pertama untuk menghindari stres: santap makanan bergizi, rendah lemak, rendah gula, dan rendah kafein.



(pernah dipublikasikan di majalah Prevention Indonesia edisi April 2011)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joko Pinurbo dan Makna Rumah dalam Personifikasi Kulkas, Ranjang dan Celana

Rahim dan Kepahitan Perempuan dalam Patiwangi Karya Oka Rusmini

Puisi-puisi Norman Erikson Pasaribu dan Pentingnya Keragaman dalam Sastra Indonesia