#Teman



Malam ini hari istimewa. Ada gaun kuning cantik, khusus kubeli untuk menyambutnya. Manis. Begitu komentar Mas Ario saat melihat gaun itu. Tak sabar aku menunggu dia menjemput nanti malam.

Tak kuasa kumenahan bahagia. Jeng Roni di salon langganan sampai pangling. "Cantik deh kalau senyum terus." Jeng Roni tahu benar kisah lima tahunku dengan Mas Ario. Kisah yang membuatku jarang tersenyum. "Udah Say, laki bajingan gitu sih tinggalin aja," kata Jeng Roni bila mendengar kuberceriita sambil menangis.

Mas Ario memang bajingan. Dia beristri, anak dua, tapi sering bermalam di kamar kostku.

Dia bajingan yang mau mendengarkan semua keluhanku soal kantor, klien, ayah-ibu, dan tentang hidup. Bajingan cerdas itu dapat membuat laptop lapukku yang sering ngambek kembali bekerja dengan baik. Dia selalu mengikuti kasus korupsi terkini dan tahu tehnik membalikkan pancake lezat tanpa merusakknya! Bajingan tampan yang hingga kepala empat pun perutnya masih rata. Dan tenaganya...

Dia bajinganku yang mengaku tidak bahagian dengan hidupnya, yang merasa menemukan belahan jiwa saat bersamaku.

"Aku akan bercerai. Secepatnya." Mas Ario mengatakan itu, setahun yang lalu. Aku masih menunggu. Aku menunggu dengan penuh ragu. Benarkah dia telah memilihku?

Kalau benar, kenapa kami masih lebih sering menghabiskan waktu di kamar? Seperti bersembunyi dari dunia, kencan kami di luar hanya hitungan jari. Itu pun harus menunggu sepi. Dia yang sembunyi. Aku? Kenapa harus malu, kami saling cinta. Dia yang mendekatiku. Aku bangga bersamanya.

Itulah mengapa malam ini penting. Kami akan pergi kencan berdua. Ke luar! Bukan di restoran, bukan di bioskop, dan bukan di tempat sepi. Kami akan kondangan. Ajakan dia minggu lalu seperti sebuah pernyataan: "Aku serius sama kamu."

Ah, itu Mas Ario datang. "Yuk kita berangkat!" Dia diam, tersenyum dan berkata, "Cantik!"

Pesta itu meriah. Antrean mengular di tiap gubuk anekamakanan. Mas Ario berjalan di depanku. Kami berhenti. Ada temannya yang menyapa. Aku semakin gugup. Apa yang akan dikatakan temannya saat melihatku?

Apakah teman ini mengenal istri Mas Ario? Apa komentar dia dan mereka tentang kami, tentang saya? Toh Mas Ario mengajakku. Ini menunjukkan kalau kami serius. Kalau saya bukan sekedar selingkuhan tapi calon.

Mas Ario menoleh dengan pandangan dingin. Ia berkata pada temannya, "Kenalkan, ini Putri teman lama di kampus." Sepanjang malam kata teman terus terucap, menghantuiku. Ya, saya hanya teman bukan selingkuhan apalagi calon. 




(ditulis untuk #FFT (Flash Fiction Twitter) di @lembar_pena)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joko Pinurbo dan Makna Rumah dalam Personifikasi Kulkas, Ranjang dan Celana

Rahim dan Kepahitan Perempuan dalam Patiwangi Karya Oka Rusmini

Puisi-puisi Norman Erikson Pasaribu dan Pentingnya Keragaman dalam Sastra Indonesia